Ekspedisi Laut Dalam Menebar Ilmu Pengetahuan
Indonesia
merupakan Negara kepulauan dimana antar daratan atau pulau, di pisahkan oleh
laut. Apakah masalah yang dihadapi oleh Negara kepulauan? AKSES. Mungkin orang
berfikir di zaman modern ini, akses akan sangat mudah didapatkan, tapi ternyata
tidak semudah kelihatannya. Indonesia memiliki 17.504 pulau yang termasuk
kedalam kedaulatan NKRI, dan baru 16.056 pulau yang telah dibakukan namanya di
PBB hingga Juli 2017. Dan luas laut Indonesia yaitu 3,25 juta km² lautan, dan
2,55 juta km² Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Betapa luasnya Negara kita ini, dan
hal inilah yang masih menjadi masalah dalam kemerataan pembangunan di tiap
daerah, kesulitan akses listrik, kesulitan ilmu pengetahuan, seperti sekolah
yang belum memadai dari fasilitas dan buku buku penunjang.
Karena
keadaan inilah muncul beberapa tokoh yang sangat menginspirasi dalam pergerakan
literasi. Dan untuk bahasan blog kali ini, aku mau ngasih tau perpustakaan
unik, keren, dan pencetusnya yang menginspirasi! Kalo kemarin aku udah bahas tentang Kuda
Pustaka, Kereta Pustaka, Becak Pustaka, dan sekarang yang terakhir sebagai
pelengkap konten perpustakaan, yaitu…… Perahu Pustaka!
Perahu? Mungkin untuk Negara kepulauan seperti Indonesia, Perahu menjadi alat transportasi umum yang dipakai untuk pergi dari satu pulau ke pulau lain. Tapi bagaimana jika yang diangkut oleh perahu satu ini bukan orang? Melainkan buku buku bacaan? Ternyata ada loh yaitu Perahu Pustaka. Perahu Pustaka berada di daerah Bala, Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Ridwan Alimuddin adalah pencetus Perahu Pustaka. Berawal dari dirinya yang pernah berkuliah di fakultas pertanian studi perikanan di UGM Jogjakarta, dan sudah meneliti selama 20 tahun-an, tentang laut dan maritim di Indonesia. Karena kecintaanya terhadap laut dan kegemarannya terhadap kepustakaan, membawanya kepemikiran untuk menggabungkan 2 hal tersebut, menjadi Perahu Pustaka. Dan percakapan dengan rekannya di media sosial Twitter, menambah kuat gagasannya akan Perahu Pustaka ini. Hal pertama yang dia lakukan adalah mencari jenis perahu yang cocok dijadikan Perahu Pustaka, dan terpilih lah perahu jenis ba’go, karena perahu ini kalau masuk sungai lebih aman, lambung lebar dan tidak khawatir kandas. Lalu dia membuat perahu tersebut bersama rekan rekan nelayannya, dan biaya operasional adalah tantangan pertama mereka, tapi temannya yang seorang budayawan membantu dalam pembuatannya.
Faktor lain yang semakin kuatnya gagasan Perahu Pustaka adalah saat Ridwan datang ke salah satu pulau kecil di Sulawesi, anak-anaknya ternyata libur berbulan bulan, karena gurunya bolos dikarenakan susahnya akses, kalau di daratan bagaikan daerah di pedalaman. Maka dari situlah, Perahu Pustaka ini mulai berlayar ke pulau-pulau kecil yang berada disulawesi. Perahu ini membawa 4.000 koleksi buku, yang berasal dari donasi dan koleksi pribadi yang terdiri dari bacaan anak, buku pelajaran sekolah, fiksi remaja, novel, dan lainnya. Biasanya dia datang ke pulau pulau kecil, seperti pulau Bahari, pulau Battoa, pulau Sendana, pulau Malunda, pulau Pamboang, pulau Bala Polman. Selain ke antar pulau, perahu ini juga berlayar ke daerah masyarakat yang tinggal di aliran sungai, badan sungai, hulu ke hilir, dan muara. Biasanya Perahu Pustaka berlayar dalam satu bulan selama tujuh hari ber turut turut, Ridwan berlayar tidak sendiri tetapi dibantu tiga temannya, sesama pelaut.
Perahu? Mungkin untuk Negara kepulauan seperti Indonesia, Perahu menjadi alat transportasi umum yang dipakai untuk pergi dari satu pulau ke pulau lain. Tapi bagaimana jika yang diangkut oleh perahu satu ini bukan orang? Melainkan buku buku bacaan? Ternyata ada loh yaitu Perahu Pustaka. Perahu Pustaka berada di daerah Bala, Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Ridwan Alimuddin adalah pencetus Perahu Pustaka. Berawal dari dirinya yang pernah berkuliah di fakultas pertanian studi perikanan di UGM Jogjakarta, dan sudah meneliti selama 20 tahun-an, tentang laut dan maritim di Indonesia. Karena kecintaanya terhadap laut dan kegemarannya terhadap kepustakaan, membawanya kepemikiran untuk menggabungkan 2 hal tersebut, menjadi Perahu Pustaka. Dan percakapan dengan rekannya di media sosial Twitter, menambah kuat gagasannya akan Perahu Pustaka ini. Hal pertama yang dia lakukan adalah mencari jenis perahu yang cocok dijadikan Perahu Pustaka, dan terpilih lah perahu jenis ba’go, karena perahu ini kalau masuk sungai lebih aman, lambung lebar dan tidak khawatir kandas. Lalu dia membuat perahu tersebut bersama rekan rekan nelayannya, dan biaya operasional adalah tantangan pertama mereka, tapi temannya yang seorang budayawan membantu dalam pembuatannya.
Faktor lain yang semakin kuatnya gagasan Perahu Pustaka adalah saat Ridwan datang ke salah satu pulau kecil di Sulawesi, anak-anaknya ternyata libur berbulan bulan, karena gurunya bolos dikarenakan susahnya akses, kalau di daratan bagaikan daerah di pedalaman. Maka dari situlah, Perahu Pustaka ini mulai berlayar ke pulau-pulau kecil yang berada disulawesi. Perahu ini membawa 4.000 koleksi buku, yang berasal dari donasi dan koleksi pribadi yang terdiri dari bacaan anak, buku pelajaran sekolah, fiksi remaja, novel, dan lainnya. Biasanya dia datang ke pulau pulau kecil, seperti pulau Bahari, pulau Battoa, pulau Sendana, pulau Malunda, pulau Pamboang, pulau Bala Polman. Selain ke antar pulau, perahu ini juga berlayar ke daerah masyarakat yang tinggal di aliran sungai, badan sungai, hulu ke hilir, dan muara. Biasanya Perahu Pustaka berlayar dalam satu bulan selama tujuh hari ber turut turut, Ridwan berlayar tidak sendiri tetapi dibantu tiga temannya, sesama pelaut.
Biasanya
dia akan menepikan Perahu Pustaka lalu menggelar tikar dan mengeluarkan box box
buku yang akan dibaca oleh anak-anak dan warga sekitar. Dan juga ketika suasana
laut sedang bersahabat biasanya Ridwan dkk mengajak anak anak untuk naik ke
perahu, untuk diberikan edukasi maritim. Selain memberikan buku buku bacaan,
kegiatan Ridwan dkk juga biasanya mendongeng atau menceritakan cerita unik agar
anak anak tidak bosan. Selain itu mereka juga biasanya menayangkan film
dokumenter tentang Perahu Sandeq dengan peralatan sederhana, memanfaatkan
spanduk menjadi layar. Dan menurutnya, selama dia berlayar bersama Perahu
Pustaka, kata kata tentang minat baca orang Indonesia rendah, itu tidak
sepenuhnya benar. Ketika dia datang bersama Perahu Pustakanya, anak-anak sangat
antusias untuk membaca buku. “Selama
ini, mereka sulit mendapatkan buku. Anak-anak tidak di biasakan membaca, bukan
tidak suka membaca”.
Banyak
sekali kendala yang dilalui Ridwan dkk dalam menggerakan kegemaran membaca
melalui Perahu Pustaka. Seperti ketika angin kencang atau musim barat, biasanya
Perahu Pustaka tidak berlayar, itu diantara bulan Desember sampai Februari.
Lalu, masalah jauhnya pulau, yang bisa ditempuh sekitar 48 jam, atau 2 hari
perjalanan. Lalu biaya perjalanan seperti bahan bakar dan upah pelaut, kata
Ridwan “jangan dilihat borosnya, tapi lihat dampaknya”. Memang mustahil untuk
berlayar ke pulau-pulau menggunakan satu atau dua perahu, tapi yang dibutuhkan
adalah mitra lokal dalam mewujudkannya.
WAW benar benar
menginspirasi Ridwan ini, untuk menyebarkan kegemaran membaca di pulau pulau
dia melalui banyak kendala dan tantangan yang menghadang, tapi dia tetap
menghadapi segala tantangan itu, untuk membawa anak anak mendapatkan edukasi
dan bacaan yang berkualitas! Semangat terus Ridwan, dalam membantu membangun
anak bangsa Indonesia ini.
Comments
Post a Comment